roufcreative - Malam itu sunyi senyap, tak ada satu pun orang yang lewat di depan rumah. Hanya suara jangkrik, indahnya bulan purnama, dan semilirnya angin malam yang menemaniku. Duduk melamun menjadi kebiasaanku, maklum melamunkan nasib perempuan desa seperti aku ini “Iffah, masuk kamar udah larut malam lho!”. Pinta ibuku. Suara itu benar-benar mengagetkanku dan langsung membuyarkan lamunanku. Seketika itu langsung aku jawab, “iya bu, sebentar lagi Iffah masuk kamar!”.
Mungkin ibu tidak mendengar jawabanku, maklum sudah tua, akhirnya beliaupun mendekati aku. “Iffah, pekerjaanmu besok masih banyak sekali, ingat nduk kamu belum menggoreng klenyem, bakwan, pisang, dan singkong, kalau kamu belum tidur-tidur juga lalu kalau besok bangunnya kesiangan gimana? Pinta ibuku dengan suara lirih. Karena ga’ enak sendiri sama ibu akhirnya akupun masuk kamar. Lama sekali aku ga’ bisa tidur guling sana guling sini, akhirnya tanpa aku sadari lama-lama akhirnya akupun bisa tidur.
Aku terperanjat dari tidurku karena jam beker pemberian kakekku sebelum kembali ke Rahmatulllah berbunyi keras sekali dan menunjukkan jam 02.00. tanpa basa basi akupun langsung kekamar mandi mengambil air wudhu untuk melakukan sholat malam. Di dalam sholat aku menangis sepuas-puasnya mengadu nasib dan minta kekuatan dari Allah SWT.
Selesai sholat aku langsung ke dapur untuk menggoreng bakwan, klenyem, pisang, dan singkong yang sudah diraciki ibu. Jadi beginilah pekerjaanku setiap hari yakni selain mengurusi pekerjaan rumah juga ada sambilan pekerjaan yakni mulai dari menggoreng sampai kemudian menyetorkannya ke sekolah-sekolah, toko-toko, dan warung-warung. Alhamdulillah dengan kegiatan sambilan ini bisa sedikit-sedikit mencukupi kebutuhan hidup keluargaku.
Tak lama kemudian ibuku bangun dari tidurnya dan langsung ke kamar mandi mengambil air wudhu untuk bermunajahat kepada –Nya. Selang waktu beberapa menit akhirnya ibu pun ikut membantu aku di dapur. Tiba-tiba ibu bilang : “Nduk, katanya lek Parno, besok bapakmu dan rombongan orang-orang yang dulu bareng-bareng ke Jakarta mau mudik ke kampung? Maklum Ramadhan udah dekat nduk. Aku kaget sekali mendengar berita dari ibu itu, kemudian sambil memasukkan racikan bakwan ke wajan akupun menjawab. “Alhamdulilah ya Allah, lagian aku juga udah kangen banget ama bapak udah 8 bulan Erina ga’ ketemu bapak”!.
Memang bapakku dan orang-orang kampung 8 bulan yang lalu pergi ke Jakarta untuk mengadu nasib menjadi kuli bangunan. Maklum orang desa untuk mencukupi kebutuhan hidup dengan mengharapkan hasil sawah tidak akan cukup. Apalagi keluargaku punya sawah hanya 1/8 hektar. Selain itu juga daerahku airnya sangat sulit sekali. Apalagi untuk irigasi, untuk kebutuhan sehari-hari saja harus mengangsu (bahasa jawa) hingga 2 km.
********************
Tanpa terasa adzan subuh pun berkumandang alhamdulillah akupun juga sudah selesai menggoreng semua racikan tadi setelah selesai sholat subuh, aku langsung menghitung sambil menatanya ke dalam bakul untuk disetorkan ke sekolah, toko, dan warung. Sepulang dari mengantarkan jajanan, aku kaget bukan main ternyata bapak udah duduk-duduk di depan teras alias bapak udah sampai rumah. Akupun langsung mencium tangan bapak sampai-sampai aku lupa kalau belum mengucapkan salam.
“Kapan bapak datang ?”tanyaku. “Baru saja datang nduk”. Jawab bapakku.
Bapak sehat-sehat saja kan? Tanyaku kembali. Alhamdulillah, kalau kamu ibu dan adik-adikmu gimana kabarnya ? pinta ayahku.
Alhamdulillah baik-baik semua, Parjo, Parmin, Sudiyo, Supeno, dan Sawiyo alhamdulillah juga lancar sekolahnya walaupun aku harus kerja sambilan yakni menyetorkan jajanan ke sekolah, toko dan warung. Tapi ga’apa-apa kok bapak, aku ikhlas lahir batin yang penting adik-adikku jangan seperti aku putus sekolah. Tiba-tiba bapak langsung bilang ke aku.
Ya Allah berilah yang terbaik bagiku dan tabahkanlah hati hambamu ini khususnya dan hati perempuan-perempuan desa lainnya pada umumnya! Itulah pintaku di dalam sholat setiap hari. pekerjaan rutin setiap haripun berjalan seperti biasanya tanpa aku harus mogok gara-gara masalah itu karena aku menyadari inilah jalan hidupku dalam benak hatiku biarlah aku yang putus sekolah. Mungkin karena suara tangisanku keras, sehingga terdengar dari luar, jadi ibupun dengan keras langsung mengetuk pintu kamarku.
Langsung dengan cepat aku mengusap air mataku dengan gombal. Erina, apa ibu boleh masuk? Pinta ibuku.
Oh iya bu, masuk aja! ngga’ di kunci kok, jawabku.
Kemudian ibupun langsung masuk dan duduk disampingku. Nduk, sebenarnya bapak ibu pingin banget nglanjutin sekolah kamu, kalau tidak sekolah ya paling tidak kursus menjahit atau apa yang lainnya. Tapi bapak itu berfikir dua kali karena kamu khan anak perempuan dari desa lagi, walaupun kamu kami sekolahkan sampai jenjang pendidikan tinggipun pasti nantinya juga akan kembali ke dapur. Jadi dari pada buang biaya banyak dan ga’ ada hasilnya, mendingan biaya itukan untuk adik-adikmu. Lagian kan adikmu laki-laki semua jadi sudah sepantasnya mendapatkan pendidikan yang memadai walaupun kita harus banting tulang dan ngutang sana ngutang sini setiap hari, dan ingat juga keadaan ekonomi keluargamu ini.
Seketika itu tanpa aku sadari air mataku mengalir dan mulutku terkunci. Tapi, aku tidak ingin ibu mengetahui kesedihanku jadi ya tanpa sepengetahuan ibuku dengan cepat aku mengusap air mataku. Dalam benak hatiku berkata, apa bedanya laki-laki dan perempuan, kenapa perempuan selalu dinomor duakan apalagi perempuan-perempuan desa seperti aku ini?
Tiba-tiba ibu bertanya kenapa matamu merah, nduk?
Oh tidak bu, tadi Erina kelilipan debu! Jawabku lirih.
Oh iya nduk, katanya bapakmu calon suamimu minggu depan mau ke sini. Akupun langsung terpana mendengar ucapan ibu. Perlu kamu ketahui nduk, calon suamimu itu satu kerjaan dengan bapakmu yakni sebagai kuli bangunan dan dia tetangga desa kita. Jadi paskan seperantaan dengan kita. Hatiku teriris sakit mendengar pernyataan ibu. Kenapa orang tuaku ngga’ pernah mau mengerti aku. Kenapa yang selalu dituruti keinginan adikku terus mentang-mentang adikku laki-laki semua, sedangkan aku anak perempuan sendiri.
Mungkin karena beliau ngga’ pernah sekolah hanya mengenyam SD saja, itupun ga’ lulus. Jadi wajar kalau masalah pendidikan slalu dinomorduakan apalagi bagi anak perempuan seperti aku ini. Yach aku terima ini semua dengan hati lapang dan aku pasrahkan pada yang di atas, semoga Allah SWT memberi yang terbaik bagiku dan semoga di balik semua ini ada hikmahnya, Amin. Pintaku dalam hati. Ketika aku dan ibu lagi serius-seriusnya bicara tiba-tiba dari luar terdengar suara ketokan pintu keras sekali.
Ibu, Erina ada kabar buruk si Arhan calon suaminya Erina meninggal dunia karena tertabrak truk ketika mau menyeberang jalan. Aku dan ibupun langsung mengucapkan kalimat tarji’ sambil membukakan pintu. Dari mana bapak tahu? Serentak aku dan ibu bertanya. Dari lek Witan yang kebetulan pulangnya bareng dari Jakarta!. Jawab bapakku tanpa kami sadari ternyata ada tamu diluar.
“Assalamu’alaikum!”, kata orang itu, siapa ya? Serentak kami bersama-sama bertanya. Pak lurah, jawabnya. Ha….! pak lurah.
Kamipun kaget maklum orang cilik kedatangan orang tinggi ya begini. Kemudian aku langsung membukakan pintu, tatapan mata pak lurah begitu tajam melihat ke arah mataku. Memang pak lurah desaku ini masih jejaka thing-thing, banyak sekali cewek-cewek yang naksir. Sebenarnya akupun juga naksir sich, tapi aku mengaca diriku sendiri dan keadaan keluargaku. “pp…ak lurah ya!” tanyaku agak kaku. Erina ya, tambah cantik dan anggun! Pujinya. Silahkan masuk pak! Pintaku. Akhirnya aku, ibu, dan pak lurah duduk bersama-sama di kursi kayu di ruang tamu yang sempit maklum wong cilik.
Lho kok pada bingung dan gelisah semua ada apa? Tanya pak lurah. Begini pak, calon suami Erina tadi pagi meninggal dunia tertabrak truck ketika mau menyebrang jalan. Kalimat tarji’pun langsung keluar dari mulut pak lurah. Sorotan tajam mata pak lurah begitu tajam mengarah ke aku. Akupun diam tertunduk.
Tak lama kemudian, bapak ibuku langsung serentak bertanya,”oh iya pak, apa yang bisa kami Bantu? ” hmm….begini pak maksud hati saya ke sini ingin mengungkapkan keinginan hati yakni ingin melamar si Erina putri bapak.
Kami pun langsung terperangah kaget. Apa ga’ salah pak, Erina ini perempuan desa dari keluarga yang ngga’ mampu lagi apa nantinya bapak ga’ menyesal? Tanya bapakku.
Tidak pak, saya sudah mantap memilih Erina putri bapak menjadi calon istri saya dari hasil sholat istikharoh saya, selain itu juga saya sudah lahir batin ingin melamar Erina, dan menerima Erina apa adanya dan sebelum saya menikahi Erina, saya ingin menyuruh Erina untuk mengikuti kursus-kursus. Jadi nantinya Erina dapat mendampingi saya dalam masyarakat.” Jawabnya tegas. Syukur-syukur Erina dapat memberi pelatihan-pelatihan bagi masyarakat desa ini. Oh ya pak bu, nanti setelah ini kita sama-sama ta’ziyah ke keluarganya si Arhan.
Bapak ibupun langsung sujud 3X, mengucapkan syukur kepada Allah SWT. Akupun langsung menangis haru senang wis pokoknya campur jadi satu karena harapan dan cita-citaku dikabulkan oleh Allah SWT yakni mengikuti kursus dan mendapatkan calon suami yang di atasku sehingga dapat mengangkat keluargaku apalagi yang melamarku seseorang yang tak aku sangka yang selama ini menjadi impianku yakni pak lurah desaku.
Baca juga Cerpen:
********************
Ternyata Allah SWT memang benar-benar maha adil, pengasih, dan penyayang. Apalagi kepada hambanya yang selalu qona’ah, tawakal, dan istikomah dalam beribadah. Jadi dalam menghadapi segala permasalahan kita hadapi saja dengan sabar dan pasrahkan kepada Allah SWT dan yakin saja di balik semua cobaan yang kita hadapi pasti ada hikmahnya dan di balik kesulitan pasti ada kemudahan.
“Oh ya nduk, kamu udah ada yang nanyain lho? Karena aku kira guyonan langsung aja tak jawab : bapak ini ngawur. Lagian siapa yang mau dengan Erina seorang gadis desa, jelek, dari keluarga yang begini dan hanya lulusan SD lagi.
Sebelum aku selesai bicara bapak langsung memotong pembicaraanku, oalaaah, itu tidak penting nduk, yang penting kamu itu udah pantes untuk nikah, ingat perempuan seperantaranmu di desa ini udah habis pada nikah semua lho!” sambil menyodorkan kopi hangat, ibupun akhirnya ikut-ikutan, iya nduk, benar kata bapakmu, kalau udah ada yang mau jangan ditolak, ingat kita orang desa bapakmu aja kerjanya sebagai kuli bangunan, makanya kamu ngga’ usah terlalu bermimpi mendapatkan orang tinggi (pejabat), paling tidak ya orang yang seperantaran dengan kita yakni wong cilik.
Aku tahu keinginan ortuku udah menjurus sekali ke arah itu. Mungkin karena aku anak pertama sedangkan aku masih punya 5 adik cowok. Sehingga kalau aku udah nikah mungkin beban ortu terkurangi satu. Ya Allah, kenapa harapan dan cita-citaku pingin ngelanjutin sekolah paling tidak ya kursus dan pingin banget punya calon suami yang keadaan ekonominya di atas keluargaku, sehingga bisa mengangkat keluargaku, tidak engkau kabulkan? Pintaku dalam hati. Karena takut menyakiti hati ortu, akupun langsung menjawab : terserah bapak ibu, Erina nurut aja!. Nah, begitu anak Birulwalidain namanya! Seraya mereka berdua kompak menjawab.
Akupun langsung masuk kamar karena ga’ kuat aku langsung menangis sambil meratapi nasib. Memang aku menyadari perempuan-perempuan di desaku yang seperantaran dengan ku nasibnya sangat memprihatinkan yakni dipaksa nikah kepada orang yang sudah memintanya, ortu-ortu mereka tidak peduli karakteristik dan keturunannya, karena mereka mempunyai asumsi bahwa sekali ada orang yang meminta harus langsung mau karena ditakutkan ngga’ laku dan menjadi perawan tua, walaupun umur-umur gadis desa sebenarnya belum sepantasnya nikah karena belum umur dan sebenarnya masih masa-masa sekolah. Tapi yang aku sesalkan kenapa ortuku juga ikut-ikutan dengan tradisi semacam itu, dan kenapa mereka ortu-ortu di desaku tidak pernah peduli dengan pendidikan anak perempuannya. Seakan-akan yang di junjung tinggi adalah anak lakinya dan anak perempuan slalu di nomor duakan.
No comments:
Post a Comment